Vonis Ringan Bos Skincare Bermerkuri, Laskar Sulsel Desak KY Periksa Hakim PN Makassar

ilustrasi mafia peradilan

MAKASSAR, JIVANOTES – Vonis ringan terhadap dua terdakwa kasus skincare ilegal bermerkuri, Mira Hayati dan Agus Salim menyulut reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat.

Laskar Sulawesi Selatan atau Lembaga Studi dan Advokasi Rakyat Sulawesi Selatan menyebut putusan ini mencurigakan. Kuat dugaan tak lepas dari permainan mafia peradilan.

Laskar Sulsel pun mendesak Komisi Yudisial untuk segera turun tangan memeriksa integritas hakim yang memutus perkara tersebut.

Pengadilan Negeri Makassar sebelumnya menjatuhkan hukuman hanya 10 bulan penjara kepada kedua terdakwa, meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hingga enam tahun penjara karena mereka terbukti memproduksi dan mengedarkan produk kosmetik berbahaya yang mengandung merkuri.

Produk tersebut beredar secara masif di pasaran tanpa izin BPOM dan berisiko tinggi terhadap kesehatan konsumen.

Juru Bicara Laskar Sulsel, Ilyas Maulana SH menilai vonis ini sangat tidak masuk akal dan mencederai rasa keadilan.

Ia menyebut vonis ringan terhadap kejahatan serius semacam ini justru memberi ruang bagi praktik busuk dibalik palu pengadilan.

“Vonis 10 bulan untuk pelaku usaha yang menjual racun kepada masyarakat? Ini tidak logis. Kuat dugaan ada permainan mafia peradilan dalam putusan ini,” ujarnya, Rabu, (10/7).

“Kami mendesak Komisi Yudisial segera turun memeriksa hakim yang memutus perkara ini,” kata Ilyas.

Ilyas menambahkan, jika vonis ini dibiarkan tanpa koreksi, maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.

Menurutnya, vonis ringan bukan hanya mencerminkan lemahnya keberpihakan terhadap korban, tapi juga menunjukkan bahwa ruang-ruang hukum bisa dimainkan oleh kekuatan uang dan tekanan.

“Ini bukan hanya sekadar persoalan hukum, tapi soal keberanian negara dalam melindungi rakyat dari kejahatan Kesehatan,” ujarnya.

“Produk bermerkuri adalah ancaman nyata. Jika pelakunya hanya dihukum 10 bulan, maka kita sedang mengundang bencana yang lebih besar,” tambahnya.

Laskar Sulsel menyoroti alasan hakim dalam memberikan keringanan, seperti sikap kooperatif dan sopan terdakwa, tidak sebanding dengan bahaya besar yang ditimbulkan oleh produk bermerkuri.

Mereka menyatakan, vonis ini seharusnya dijadikan perhatian khusus oleh lembaga pengawas peradilan.

“Kami tidak ingin institusi peradilan dijadikan tempat bermain oleh mafia kosmetik. Komisi Yudisial harus turun dan memastikan tidak ada suap, tekanan, atau permainan terselubung dalam perkara ini,” terangnya.

“Jika terbukti, hakim harus diseret ke ranah etik dan pidana,” tegas Ilyas.

Laskar Sulsel mendorong Kejaksaan untuk segera mengajukan banding. Bagi mereka, perjuangan hukum tidak boleh berhenti pada tingkat pertama, terutama ketika rasa keadilan telah dilukai begitu dalam.

Laskar Sulsel menyerukan agar masyarakat sipil, organisasi konsumen dan lembaga pengawasan turut mengawal proses hukum lanjutan kasus ini.

“Jika hukum tunduk pada kekuasaan uang, maka rakyat akan terus jadi korban. Ini waktunya kita bersuara dan menolak vonis-vonis yang melecehkan akal sehat,” tutup Ilyas.

Comment